KPNNews // Jakarta, Sudah enam bulan kasus hilangnya Iptu Tomi Samuel Marbun dalam operasi pengejaran terhadap Daftar Pencarian Orang (DPO) bernama Marten di Kampung Yahoi, Distrik Moskona Utara, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, menyisakan banyak kejanggalan. Keluarga menilai operasi tersebut sarat dengan ketidakwajaran, lemahnya transparansi, dan dugaan pengabaian prosedur oleh aparat.
Iptu Tomi adalah satu dari 65 personel Polres Teluk Bintuni yang ditugaskan pada Januari 2025 dalam misi pengejaran kelompok bersenjata. Ia memimpin satu regu dalam tim tersebut. Namun, tak lama setelah memasuki wilayah operasi, ia dinyatakan hilang. Anehnya, sejumlah barang miliknya — termasuk ponsel dan rompi antipeluru — dikembalikan dalam keadaan utuh oleh rekan satu tim, dibungkus dalam kardus, tanpa penjelasan memadai.
Informasi ini bertentangan dengan keterangan seorang warga sipil bernama Simson (nama samaran), yang mengaku terakhir melihat Iptu Tomi masih mengenakan rompi dan membawa dua pucuk senjata saat menyeberangi sungai.
Kronologi hilangnya Iptu Tomi yang disampaikan kepolisian juga berubah-ubah: dari “kapal terbalik,” menjadi “tergelincir,” lalu terakhir disebut “hanyut.” Namun tidak ada satu pun barang bukti yang ditemukan di lokasi kejadian, dan tidak dilakukan olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) secara menyeluruh.
Kejanggalan semakin mencuat saat keluarga menyebut hanya satu personel yang diperiksa oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), dan hasil pemeriksaan itu tidak pernah disampaikan secara resmi. Upaya keluarga menyewa helikopter untuk mendukung pencarian bahkan dibatalkan sepihak oleh Kapolres Teluk Bintuni, tanpa alasan jelas.
“Ini operasi resmi. Seharusnya pencarian dilakukan secara maksimal, melibatkan anjing pelacak dan dukungan udara. Tapi justru kami mendapat permintaan dana sebesar Rp30 juta dari Kapolres untuk operasional, padahal ini tanggung jawab negara,” ungkap salah satu anggota keluarga saat ditemui di Bekasi.
Lebih mencurigakan lagi, keluarga menerima tawaran proyek bernilai miliaran rupiah dari oknum polisi dan kontraktor tak lama setelah Iptu Tomi dinyatakan hilang. Hal ini memperkuat dugaan bahwa kasus ini bukan sekadar kelalaian atau kecelakaan biasa.
Langkah Hukum yang Sudah Ditempuh
Pengaduan ke Propam Mabes Polri
Melalui kuasa hukum, keluarga telah mengajukan laporan dugaan ketidakprofesionalan Kapolres Teluk Bintuni, Kabag Ops, dan Kanit Resmob Polres Teluk Bintuni, dengan nomor: SPSP2/001047/II/2025/Bagyanduan, tertanggal 27 Februari 2025.
Laporan Polisi ke Bareskrim Polri
Laporan resmi telah dibuat dengan nomor: LP/164/III/2025/SPKT/Bareskrim, tertanggal 27 Maret 2025, atas dugaan tindak pidana menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, serta penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat sebagaimana diatur dalam Pasal 304 dan/atau 421 KUHP. Kejadian ini berlangsung sejak Desember 2024 di wilayah Teluk Bintuni.
Hingga kini, tidak ada perkembangan berarti dari kedua laporan tersebut. Keluarga mendesak Kapolri untuk turun langsung menangani kasus ini dan menjawab misteri hilangnya Iptu Tomi.
Operasi Pencarian yang Tidak Maksimal
Operasi pencarian Tahap II dibatalkan dengan alasan kapal logistik bocor, meski terdapat lebih dari 12 longboat yang masih layak digunakan. Operasi Tahap III hanya menyentuh lokasi hilangnya Iptu Tomi satu kali, dan tidak dilakukan pencarian mendalam. Keluarga bahkan mengaku mendapat intimidasi saat berusaha ikut mencari langsung ke lokasi.
Mereka juga menyoroti sikap tertutup institusi Polri dan mengindikasikan adanya unsur penghilangan paksa terhadap Iptu Tomi.
Tuntutan Keluarga
1. Pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Independen, yang melibatkan DPR RI, Komnas HAM, lembaga independen, dan tokoh masyarakat.
2. Penonaktifan dan pemeriksaan terhadap Kapolda Papua Barat, Kapolres Teluk Bintuni, serta seluruh personel yang terlibat langsung dalam operasi pengejaran.
3. Audit menyeluruh terhadap kronologi dan prosedur internal Polri terkait hilangnya Iptu Tomi.
4. Perlindungan hukum dan saksi bagi warga sipil yang terlibat, termasuk Samuel, yang memiliki informasi penting.
5. Penuntasan kasus secara hukum, termasuk dugaan pelanggaran HAM atau tindak pidana oleh oknum aparat.
Tim Hukum & Langkah Selanjutnya
Keluarga kini didampingi oleh tim hukum yang terdiri dari tokoh-tokoh hukum nasional seperti Kamaruddin Simanjuntak, SH., MH, Saor Siagian, SH., MH, Jelani Christo, SH., MH, Marthin Lukas Simanjuntak, SH., MH, bersama 40 advokat lainnya yang tergabung dalam Tim Bantuan Hukum dan Pengacara Keadilan Keluarga Iptu Tomi Marbun.
Mereka berencana menggelar konferensi pers nasional dan menyampaikan permohonan ke lembaga-lembaga internasional jika tidak ada transparansi dan langkah konkret dari institusi terkait.
Sumber : Tim Bankum